20 november 2018

Aku harus berangkat ke surabaya. Menemani anak-anakku lomba di uinsa. Kampus besar yang pernah menjadi bagian dari daftar mimpi-mimpiku. Tahun lalu sudah pernah pernah kesana untuk hal yang sama. Meskipun harus pulang dengan tangan hampa alias tidak juara. Tidak masalah, kita masih bisa mencoba tahun depan. Dan tahun depan telah tiba, hari ini.
Kalian tau? Sebenernya aku sedikit enggan untuk berangkat. Bukan apa-apa, aku mencintai kawan-kawanku yang ada disana dan pastilah aku merindukan mereka. Tapi aku sedang musflish, aku tidak punya uang. Mau berangkat dengan apa? Jika bukan karena tanggung jawab, mungkin aku akan lebih memilih untuk tinggal disini saja. tanpa harus melewatkan 3 mata kuliah yang seharusnya aku disana sebagai presentator.
Berangkat selasa siang, lagi-lagi melewatkan rapat rutinan yang harusnya disana aku bisa memimpin. Dalam perjalanan, kudapat notifikasi watsap dari bagian tata usaha, bu ainun.

“fa, sampaikan ke mahasiswa BSA ya. untuk nampil di acara seminar internasional besok jumat. Puisi atau nyanyi. Terserah yang penting berbahasa arab”

Pesan langsung kusampaikan di grup watsap himafada. Menghimbau kalau-kalau ada yang memang berbakat dalam bidang tarik suara, kenapa tidak?. Setelah beberapa saat, ku kira tidak ada respon yang semestinya. Mungkin ada yang ingin berpuisi? Pikirku. Tak perlu pertimbangan panjang. Langsung saja kupilih dua partner yang keren, yang kita punya. Siapa lagi? Shofa dan alpain. Aku menyukai dua pasangan ini. mereka sangat keren saat membaca puisi. Kalian pasti sudah tau kan? Belum tau? Biar kuberitau nanti ya, setelah ini. beberapa bulan lalu aku nekat login watsap di laptop demi agar bisa mendownload video puisi mereka. Hp ku tidak cukup kapasitas untuk video berdurasi 8 menitan itu.
Dengan sedikit menarik ulur persetujuan alpain, akhirnya dia setuju. Aku telah mengiyakan untuk membantunya menterjemahkan dalam bahasa arab. Aku lega, aku bisa melanjutkan prjalanan dengan tenang.
Sebenarnya niatku bukan karena mandat dari bu ainun, bukan juga karena untuk syiar BSA. Hah?! Untuk apa? Aku tidak mencintai BSA sebesar aku mencintai LPM. Tujuanku hanya satu, aku ingin shofa dan alpain dikenal orang karena bakatnya. Syukur-syukur bila akan dilihat oleh orang-orang arab itu. Aku tau, buku, tulisan, puisi, literasi adalah dunia mereka. Aku ingin mereka berkembang, aku ingin membuka jalan untuk mereka. Tapi ku kira kali ini aku salah.
Kamis malam jumat, alpain dan shofa menghubungiku. Merengek minta bantu traslate bahasa arab. Sudah, aku sudah minta bantuan ke siapapun yang aku tau mereka mampu. Ah sial! Kenapa di hari-hari itu mereka semua sedang sibuk? Bodoh! Kenapa aku harus jadi kakak tingkat yang lemah? Kenapa aku tidak bisa mencintai bahasa arab sebagaimana aku mencintai bahasa indonesia? Kenapa aku tidak bisa membantu mereka? Aku diam, ingin menangis rasanya. Aku memutar otak, berusaha mencari celah kepada siapa aku bisa meminta bantuan.
Mas ubed. Kenalanku di instagram yang aku sangat-sangat tidak mengenalnya. Yang aku tau dia adalah seorang komika lokal surabaya. Dia alumni pesantren dan dia bisa bahasa arab, katanya. Kucoba menghubunginya via DM , zonk! Tidak ada balasan. anak-anakku yang lain sedang bersuka cita berkeliling surabaya, ini malam terakhir mereka dsini. Kapan lagi punya kesempatan keliling kota besar. Aku? Jangan ditanya. Sejak hari pertama aku tidak pergi kemanapun kecuali hanya urusan perlombaan. Aku lebih memilih kembali ke penginapan, menghemat uang sakuku. Bahkan di hari ke 2, aku memilih untuk tidak makan seharian. Hanya ku banyakkan untuk minum. Tidak perlu kaget, aku pernah berada di posisi ini sebelumnya. Jadi bukan masalah yang berat.
Jumat pagi, prepare untuk pulang. Semalam shofa bilang, tidak apa-apa. Aku tau dia pasti jengkel, maafkan aku. Kami pulang dengan kereta, ini pertama kali aku naik kereta. Pukul 1 acara seminar dimulai. Beberapa menit sebelumnya aku sudah sampai di kota ini lagi. Anak-anakku ku suruh langsung pulang saja. mereka pasti sangat lelah, tapi aku tidak. Aku memang lelah, tapi aku punya tanggung jawab untuk hadir disana. Harap-harap aku bisa meyaksikan dua anak emas ini menampil.
Badanku tidak enak, batuk-batuk seharian, makan tidak teratur sejak kemarn, pikiran melayang kemana-mana. Sampai di lokasi acara nyatanya aku sudah sangat terlambat. Tidak dapat kursi duduk pula. Jadilah aku harus berdiri di belakang, berjajar degan para penjaga-pengawal bu ana, bupati bojonegoro.. kau pasti tau rasanya, lapar, pusing, batuk-batuk, dan harus berdiri. Aah sial apa aku hari ini. Ingin mengumpat saja rasanya. Beberapa saat kemudian pak penjaga sebelahku menawarkanku untuk duduk dikursi tengah sebelah kanan. Aku tidak mau, disana banyak laki-laki. Aku menolak. Aku masih kuat berdiri. Sesekali ku tengok ke arah audience di depanku. Dimana shofa? Alpain? Aku tidak menemukannya. Aku bingung, pikiranku hanya ada mereka.
Selepas bu ana turun dari mimbarnya dan pergi keluar, aku akhirnya dapat tempat duduk. Yah meskipun hanya dibelakang, setidaknya aku bisa melonggarkan leherku, sejenak menurunkan kepalaku, tidur. Acara sudah selesai. Aku sibuk melihat para dosen berebut foto dengan orang-orang arab ini. tiba-tiba aku menangkap sosok shofa, aku malu padanya. Dia pasti sangat marah padaku. Aku ingin menghindar rasanya. Jujur. Maafkan aku shofa, aku malu menatapmu. Tapi kamu? Kamu justru menyapaku.
Mbak du, katamu. Lalu kau bilang bahwa kau dan alpain gagal nampilkan puisi yang hampir semalam suntuk kau kerjakan, seketika aku tersedak nafasku sendiri. Batuk yang sudah sedari pagi ada semakn tidak karuan.
Kau tau? Aku marah pada diriku sendiri. Aku benci diriku. Caraku salah, aku benci. Aku telah menyusahkan banyak orang. Maafkan aku. Waktunya pulang. Tapi kawanku yang sebelumnya bersamaku justru sudah pulang lebih dulu. Mbak fera tau, aku lelah, ia mondar mandir mencari teman untukku pulang. Aku menolak dengan keras. Aku ingin pulang sendiri. Aku sedang marah pada diriku sendiri, aku sedang tidak enak hati. Aku ingin pulang sendiri, biarkan aku menghukum diriku sendiri. Mbak fera tidak mau tau, ia kekeuh mencarikan teman. Dapatlah mas ir. Mas ir tidak menolak untuk megantarkanku ke masjid  dimana biasa aku menghabiskan sore lepas kuliah. Sungguh mas ir sangat baik, aku urung menolaknya. Sepanjang jalan menuju masjid aku menangs. Ah~ aku memang cengeng. Mas ir tidak tau, bahwa diamku selama perjalanan adalah menangs,. Aku menangis untuk shofa dan alpain. Sungguh maafkan aku.
Sampainya di masjid, berjumpa pula dengan mila dan taba. Teman sekelas shofa dan mas ir. Aku segera tunaikan asharku. Selepas salam seketika aku menangis sesenggukan. Ini kali ketiga aku mengis disini. Aku menangis sesenggukan, teringat bagaimana aku terkesan memaksa mereka. Aku yang tidak mampu mengontrol mimpiku pada mereka. Aku hanya ingin mendukung dunia mereka. Bahwa aku akan sangat bahagia jika mereka sukses nanti. Tapi aku salah. Aku salah sekali lagi. Kenapa aku begini? Mukena ku basah, tertunduk menangis. Tampak mila berdri tidak jauh dariku. Aaaah, apa dia melihatku menangis? Semoga tidak. Tidak ada yang boleh melihatku menangis, mereka hanya bleh melihatku bahagia dan tertawa. Karena itu tugasku. Membuat mereka bahaga adalah prioritasku.

Shofa, alpain, maafkan aku ya?
Aku terlalu semangat mendukungmu. Yang ternyata malah jadi boomerang.
Sungguh aku minta maaf.
Benci saja aku, sungguh aku sudah banyak mengancurkanmu kan?
Maafkan aku sedalam-dalamnya.



26/12/18 00:44

Comments