Tentang aku yang tak pandai mengungkapkan rasa

"wes gede, gung iso numpak montor!"
"saiki sek kuliah gung iso kerjo, sok mben piye fa?"

teruntuk ibuku,
bu, aku anakmu. anak kedua perempuan yang selalu merasa tak kau sayangi sebesar kau menyayangi putramu. aku lemah, aku payah, aku bodoh. jangan bandingkan aku dengan putramu. maaf bila hingga 21 tahun ini aku tak pernah sekalipun tidak menyusahkanmu, jujur~ aku tidak pernah ingin menyusahkanmu walau setitik saja.
ibu kau mengerti kan? aku pendiam, aku payah. mungkin aku akan jadi orang gila di hadapan orang lain, tapi aku akan bungkam pada apa yang aku rasakan di hatiku yang sebenarnya.
ibu kau tidak pernah melihatku menangis kan? yang kau tau bahwa putrimu ini payah. putrimu ini egois. putrimu ini pendiam. ibu, aku juga menangis. tangis yang selalu kesembunyikan rapat-rapat sebelum tidur. tangis yang bahkan malam pun tak ku izinkan melihat air mataku. karena jika aku menangis di hadapanmu, kau akan marah. kau akan bilang bahwa aku cengeng dan bodoh. tangis di depanmu akan membuatmu semakin sedih nanti. maka aku selalu tampilkan wajah yang ceria.
satu alasan mengapa aku hingga kini masih belum mau belajar mengendarai motor. alasan yang tak siapapun tau kecuali putramu. alasan yang kututup hingga membiarkan sebagian orang mencemoohku. aku tidak peduli.
ibu aku yakin kau masih selalu ingat. aku belum menebus ijazah SMA ku bahkan hingga saat ini, saat gelar sarjana akan kudapatkan setahun lagi. itu bu, itu yang selalu ku ingat. aku tau bahwa selembar kertas pengakuan itu tak akan jadi masalah di akhirat nanti. tapi di dunia? aku butuh. lepas setahun kedepan aku akan berkecimpung di dunia kerja yang sesungguhnya. ijazah adalah penting. aku selalu takut membahas ini denganmu. bagaimana? bagaimana aku mentolo melihatmu membelikanku motor sedangkan ijazah SMA belum mampu ku tebus??
ibu, aku punya sudut pandang lain. aku tidak ingin lagi menyusahkanmu terlalu banyak. aku payah. tak hanya soal ijazah, tapi juga laptop. aku sudah menginjak semester 6, setahun lagi aku wisuda (amiin) dan aku belum punya laptop sendiri. maaf bila untuk hal ini aku meminta bu, aku selalu iri sejak SMP ketika yang lain bisa selesaikan tugas dengan laptop masing-masing tapi aku tidak. aku harus pergi ke warnet atau terkadang hampir tengah malah meminta izin menggunakan leb komputer.
SMA pergi ke warnet untuk tugas, lulus SMA ku kira aku bisa menggunakan laptop bekas putramu, tapi sayang, lagi-lagi nasibku masih kurang beruntung. laptop itu rusak dan hingga kini tak kembali. bagaimana aku? aku sungguh tak berani meminta dan memohon padamu lagi. aku tau banyak yang lebih penting dari sekedar laptop.
akhirnya bapak beli laptop, aku bisa menggunakannya tapi hanya saat malam hari. siang hari bapak butuh laptop untuk kerja.
ibu, aku lelah. aku lelah begadang setiap hari. aku ingin kembalikan pola tidurku seperti dulu, aku ingin seperti teman-teman yang ketika di kampus bisa menikmati fasilitas wifi dan selesaikan tugas mereka tepat waktu. hmm maaf, aku terlalu memaksamu. aku ingin menulis setiap hari, aku ingin hidup dari menulis, aku ingin berikan uang padamu hasil dari tulisan-tulisanku nanti. tapi aku tak punya laptop. tidak masalah, bu. aku selalu berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa aku bisa sekuat alif fikri. bu, aku ingin bertemu alif, aku ingin mencium taqdim tangannya dan mengucapkan terima kasih amat banyak. cerita hidupnya lah yang membuatku mampu bertahan hingga saat ini.
ibu, ada hal lain yang masih menjadi alasan. aku sangat tau kau dan bapak masih membiayai kredit motor putramu kan? apa aku akan setega itu? motor putramu bahkan belum lunas, bagaimana aku membiarknmu membelikan motor untukku? tidak, aku ingin semuanya selesai, aku ingin semuanya selesai benar-benar selesai. barulah nanti akan ku minta apa yang mungkin berhak aku minta.
ibu, maafkan putrimu yang lemah ini ya.
sesungguhnya banyak ketidakjujuran yang tak mampu aku utarakan. ibu maaf, aku pernah berbohong padamu. tentang segelas susu yang kau siapkan untuk saudaraku setiap hari, yang kau tak ingin putramu pergi dengan perut kosong. tapi hari itu, putramu bahkan tak menengok meja makan sekalipun apalagi meminum susu buatanmu. dia langsung pergi begitu saja tanpa pamit.
dan ketika kau bertanya, "mase minum susunya?"
aku diam sejenak lalu berbohong. mengatakan bahwa putramu telah meminum habis susu hangatnya. padahal aku yang minum, maaf. aku berbohong bukan tanpa alasan. aku hanya tidak ingin melihatmu menangis seperti tempo hari. kau menangis padaku, mengeluh bahwa putrmu tak pernah menghargaimu. maka itu aku berbohong. dan aku sedikit senang, melihat senyum tersungging di wajahmu, bu.

Comments